[JATENG TRIP] Day 4 - Matahari terbit dan Gunung Dieng

Percayalah, kami bukan mahluk pagi, kami lebih nyaman berteman dengan malam dibanding harus bangun pagi, apalagi subuh-subuh. Tapi hari itu, tidak ada satupun dari kami yang terlambat. Sekitar pukul 4 kami sudah siap untuk berangkat, ditemani udara subuh yang ternyata lebih dingin daripada malam. Padahal gw udah pake baju berlapis-lapis. Sementara temen gw, si Katro, hanya bercelana pendek dengan penutup kepala ya dia embat  pinjam dari Vian dan bersendal jepit. Takjub banget deh liat penampilan dia pagi itu.

Di tengah perjalanan, gw duduk di dalam mobil bersama teman baru kami, si ibu dari Perancis itu. Untuk mengusir rasa bosan, kami pun sedikit mengobrol. Dia bertanya tentang tempat ini dan tempat itu. Dan gw tidak bisa menjawabnya dengan baik. Saat ini gw pengen banget nyumon Pak Tepi guru sejarah gw, atau Vicong yang pasti bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya.Gw secara diplomatis berkilah bahwa perjalanan ini untuk menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya. Ibu itu kemudian berkata dengan lembut ke gw, kalau apa yang gw dan teman-teman gw lakukan sangat baik, karena gw harus mengenal budaya dan sejarah negeri sendiri. Karena kalau tidak, siapa lagi yang akan mengenalnya, masa orang asing lebih kenal. Hohohoho, langsung hati ini menciut. 

Akhirnya setelah kurang lebih 15 menit, kami pun tiba di tempat pendakian akan dimulai. Turun dari truk, buat gw yang jarang keluar dari Ibukota, langit seakan sudah menyambut kami dengan para bintangnya. Gw belum pernah melihat langit seindah itu. Di Jakarta, ada sih bintang, tapi paling cuma satu dua. Itupun kalau langit lagi cerah banget. Rasanya masih ingin berlama-lama menikmatinya, sampai panggilan untuk memulai perjalanan ke atas, membuyarkan lamunan gw.

Jalannya sangat gelap, dan senter yang kami pakai juga tidak cukup membantu. Agar tidak tersesat, kami pun berbaris satu-satu, mengikuti langkah teman di depan kami. Sungguh perjalanan ini sangat melelahkan, apalagi orang yang seharian menghabiskan harinya duduk di atas kursi tiba-tiba harus olahraga nanjak-nanjak terus ke atas. Ya ampun Tuhan, paha atas ini pegal banget. Rasanya ingin menyerah saja di tengah jalan, daripada menjadi hambatan buat teman-teman gw yang ada di belakang gw. Tapi hal itu tidak mungkin, yang paling mungkin cuma maju, maju ke depan, mengikuti petunjuk dari teman yang ada di depan. Dan syukurlah, mereka sangat membantu gw untuk bisa naik ke atas dengan mudah.

~ Kami siap menanti kehadiran Sang Matahari ~
~ Teman baru kami yang berada di puncak yg lebih tinggi dari kami ~
~ yeaaaah akhirnya kami berhasil juga naik ke atas ~

Sebenarnya kostum yang dipakai Katro hari ini, membuat gw cukup beruntung. Kenapa? Karena gw punya teman yang ritme jalannya ga jauh beda (baca : lama). Setelah perjalanan yang rasanya lama banget ini, akhirnya bersama dengan Jehan, kami menemukan spot yang cukup menyenangkan. Tidak ramai, cukup untuk kami bertiga menanti kedatangan Sang Matahari. Sementara Vian dan Apri bersama tiga teman baru kami terus berjalan ke atas, mencari tempat pemandangan yang lebih indah.

Gw selalu merasa terpesona dengan matahari terbit maupun terbenam, tapi hari itu gw semakin terpesona. Rasanya tidak bisa berhenti memandangi pemandangan itu. Mengamatinya dengan seksama seakan takut kehilangan momen, berusaha menyimpannya dalam ingatan. Dan sepertinya cukup berhasil, walaupun kejadiannya udah lebih dari setahun, tapi masih bisa gw bayangkan dengan jelas. Perjalanan yang sebelumnya terasa melelahkan, sangat sangat sangat terbayar dengan apa yang tersaji di depan mata kami. Matahari bergerak keluar, membuka layar hitam, menghadirkan pemandangan yang tidak kalah menakjubkan dari proses terbitnya sendiri.


Setelah matahari sepenuhnya hadir di langit, kami memutuskan untuk turun. Apa yang kami lihat, cukup membuat tercengang. Kanan kiri ternyata jurang. Salah sedikit bisa berakibat fatal. Syukurlah kami berada di dalam kegelapan cuma bergerak berdasarkan petunjuk dari teman di depan, tidak perlu takut pada jurang yang ada di kanan kiri kami. Kalau tidak, belum tentu gw sanggup ke atas. Dan sampai di bawah, Tuhan seperti mempersiapkan hadiah karena kami sudah berhasil menemani kedatangan Sang Matahari.

~ hadiah kecil dariNya ~

No comments: