[JATENG TRIP] Day 4 - Kawah Sikidang dan Telaga Warna

KAWAH SIKIDANG

Turun dari gunung, kami melanjutkan perjalanan kami ke Kawah Sikidang. Begitu sampai di sana, langsung disambut dengan bau belerang. Vian langsung membelikan kami penutup hidung (makasih ya vi). Tanpa babibu langsung dipake sambil berdoa supaya tidak mati pingsan di situ.


Setelah membayar sekitar Rp.6000,- kami mulai memasuki kawah sikidang. Larangan yang harus dipatuhi tidak neko-neko, kami dilarang membuang sampah dan putung rokok di kawah. Ya gila aja sih, kalau ada yang mau buang putung rokok di kawah. Tapi ya yang paling menyeramkan sebenernya, pemandangan di depan kami. Setelah mata dimanjakan di gunung dieng, kami berhadapan dengan tanah tandus lapang yang penuh asap mengepul-ngepul. Berjalan di atas tanahnya pun harus hati-hati, harus nyari yang kering dan bukan yang abu-abu pekat tapi meletup-letup gitu.

~ pokoknya yang kaya gini jangan sampe keiinjek deh ~ 

Kawah Sikidangnya sendiri berada di ujung kompleks, tapi gw ga berani menuju ke sana. Selain ga tahan dengan baunya yang semakin menyengat, kayanya cukup ngeliat dari jauh aja. Toh ga bisa ngeliat juga dengan jelas, kawahnya dipenuhi dengan asap putih mengepul2 marah.

~ vian menuju bibir kawah ~


~ kawah sikidang di depan mata ~

~ gw cukup dari sini ajalah ngeliatnya ~

Tapi sebenernya yang paling menyenangkan dari kawah ini, gw menemukan kuda yang tampaaan sekali. Walaupun temen-temen gw ga mengerti ketampanannya, dan mempertanyakan keadaan jiwa gw karena terus menerus melihat photonya. Tapi ayolah, siapa yang tidak bilang dia cukup tampan :


TELAGA WARNA

Sedikit agak tidak rela meninggalkan  kawah sikadang kuda tampan itu, kami gw kami pun melanjutkan perjalanan ke telaga warna. Waktu mendengar telaga warna, bayangan gw, pasti warna-warni. Seperti legenda cincin raja yang kecemplung dan menghasilkan warna-warni indah. Tapi sejauh mata memandang warnanyaaa hijaaaau terus. Cks. Setelah pulang ke rumah, baru ngecek ternyata ada tipsnya 
Di pintu belakang terdapat sebuah jalan setapak menanjak ke arah salah satu bukit yang memagari telaga. Jalan tanah ini sangat sempit, hanya cukup untuk dilewati satu orang saja. Tanjakannya memang tidak begitu terjal, namun cukup licin mengingat kawasan Dieng sering dilanda hujan. Beberapa ratus meter mendaki, sampailah di puncak bukit dengan pemandangan yang akan membuat siapa saja terpesona. Di bawah sana, telaga warna terhampar indah dikelilingi oleh rimbunnya hutan. Air di pinggir telaga berwarna ungu cantik, bergradasi dengan warna hijau di tengah, dan hijau pucat di pusat telaga. Di ujung sebelah sana, sebuah padang rumput sempit memisahkannya dengan telaga jernih yang ternyata sering disebut Telaga Pengilon atau telaga yang bisa dipakai untuk berkaca. (yogyes)

Tapi yang tidak kalah asik, berjalan mengelilingi telaga ini. Kaya berada di tengah hutan, tapi jalanannya nyaman. Waktu arah balik kembali ke awal, gw sempat tersesat dari rombongan. Selain nyasar ke tempat semedi, juga nyasar ke perkebunan, malah sempat ngobrol sebentar dengan para petani di sana. Yang ternyata mereka mengambil air telaga untuk menyirami tanaman-tanaman tersebut.

~ salah belok di sini ~

RUMAH RUMAH KOSONG

Akhirnya tiba waktunya berpisah dengan dieng. Sebelum kembali ke guesthouse untuk beres-beres dan makan siang. Kami melewati dataran rumah-rumah kosong. Aneh deh, kenapa dikosongin gitu. Iseng nanya, ternyata katanyaa... rumah-rumah itu bekas rumah menanam jamur. Dulu dieng pernah mengekspor jamur ke luar negeri. Karena sesuatu hal yang kemudian menurunkan kualitas jamur, semua jamur yang sudah dikirim, dikembalikan. Tidak bisa bangkit lagi, akhirnya rumah2 tersebut dibiarkan begitu saja. Sendiri dan terlantar. 

[JATENG TRIP] Day 4 - Matahari terbit dan Gunung Dieng

Percayalah, kami bukan mahluk pagi, kami lebih nyaman berteman dengan malam dibanding harus bangun pagi, apalagi subuh-subuh. Tapi hari itu, tidak ada satupun dari kami yang terlambat. Sekitar pukul 4 kami sudah siap untuk berangkat, ditemani udara subuh yang ternyata lebih dingin daripada malam. Padahal gw udah pake baju berlapis-lapis. Sementara temen gw, si Katro, hanya bercelana pendek dengan penutup kepala ya dia embat  pinjam dari Vian dan bersendal jepit. Takjub banget deh liat penampilan dia pagi itu.

Di tengah perjalanan, gw duduk di dalam mobil bersama teman baru kami, si ibu dari Perancis itu. Untuk mengusir rasa bosan, kami pun sedikit mengobrol. Dia bertanya tentang tempat ini dan tempat itu. Dan gw tidak bisa menjawabnya dengan baik. Saat ini gw pengen banget nyumon Pak Tepi guru sejarah gw, atau Vicong yang pasti bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya.Gw secara diplomatis berkilah bahwa perjalanan ini untuk menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya. Ibu itu kemudian berkata dengan lembut ke gw, kalau apa yang gw dan teman-teman gw lakukan sangat baik, karena gw harus mengenal budaya dan sejarah negeri sendiri. Karena kalau tidak, siapa lagi yang akan mengenalnya, masa orang asing lebih kenal. Hohohoho, langsung hati ini menciut. 

Akhirnya setelah kurang lebih 15 menit, kami pun tiba di tempat pendakian akan dimulai. Turun dari truk, buat gw yang jarang keluar dari Ibukota, langit seakan sudah menyambut kami dengan para bintangnya. Gw belum pernah melihat langit seindah itu. Di Jakarta, ada sih bintang, tapi paling cuma satu dua. Itupun kalau langit lagi cerah banget. Rasanya masih ingin berlama-lama menikmatinya, sampai panggilan untuk memulai perjalanan ke atas, membuyarkan lamunan gw.

Jalannya sangat gelap, dan senter yang kami pakai juga tidak cukup membantu. Agar tidak tersesat, kami pun berbaris satu-satu, mengikuti langkah teman di depan kami. Sungguh perjalanan ini sangat melelahkan, apalagi orang yang seharian menghabiskan harinya duduk di atas kursi tiba-tiba harus olahraga nanjak-nanjak terus ke atas. Ya ampun Tuhan, paha atas ini pegal banget. Rasanya ingin menyerah saja di tengah jalan, daripada menjadi hambatan buat teman-teman gw yang ada di belakang gw. Tapi hal itu tidak mungkin, yang paling mungkin cuma maju, maju ke depan, mengikuti petunjuk dari teman yang ada di depan. Dan syukurlah, mereka sangat membantu gw untuk bisa naik ke atas dengan mudah.

~ Kami siap menanti kehadiran Sang Matahari ~
~ Teman baru kami yang berada di puncak yg lebih tinggi dari kami ~
~ yeaaaah akhirnya kami berhasil juga naik ke atas ~

Sebenarnya kostum yang dipakai Katro hari ini, membuat gw cukup beruntung. Kenapa? Karena gw punya teman yang ritme jalannya ga jauh beda (baca : lama). Setelah perjalanan yang rasanya lama banget ini, akhirnya bersama dengan Jehan, kami menemukan spot yang cukup menyenangkan. Tidak ramai, cukup untuk kami bertiga menanti kedatangan Sang Matahari. Sementara Vian dan Apri bersama tiga teman baru kami terus berjalan ke atas, mencari tempat pemandangan yang lebih indah.

Gw selalu merasa terpesona dengan matahari terbit maupun terbenam, tapi hari itu gw semakin terpesona. Rasanya tidak bisa berhenti memandangi pemandangan itu. Mengamatinya dengan seksama seakan takut kehilangan momen, berusaha menyimpannya dalam ingatan. Dan sepertinya cukup berhasil, walaupun kejadiannya udah lebih dari setahun, tapi masih bisa gw bayangkan dengan jelas. Perjalanan yang sebelumnya terasa melelahkan, sangat sangat sangat terbayar dengan apa yang tersaji di depan mata kami. Matahari bergerak keluar, membuka layar hitam, menghadirkan pemandangan yang tidak kalah menakjubkan dari proses terbitnya sendiri.


Setelah matahari sepenuhnya hadir di langit, kami memutuskan untuk turun. Apa yang kami lihat, cukup membuat tercengang. Kanan kiri ternyata jurang. Salah sedikit bisa berakibat fatal. Syukurlah kami berada di dalam kegelapan cuma bergerak berdasarkan petunjuk dari teman di depan, tidak perlu takut pada jurang yang ada di kanan kiri kami. Kalau tidak, belum tentu gw sanggup ke atas. Dan sampai di bawah, Tuhan seperti mempersiapkan hadiah karena kami sudah berhasil menemani kedatangan Sang Matahari.

~ hadiah kecil dariNya ~

[JATENG-TRIP] Day 3 ~ Dieng Hari Pertama

Setelah melempar Mogri ke tumpukan batu di Candi Prambanan, kami pun melanjutkan perjalanan ke Dieng menuju Bougenvil Homestay, tempat kami menginap. Brrr begitu sampai hari sudah sore, udara semakin dingin. Untung ruangan tamu di lantai dua beralaskan karpet, jadi lumayan hangat. Ya, lantai satu dipergunakan Ibu Sunarti dan keluarganya. Sementara lantai dua disewakan untuk tamu yang menginap di sana. Kamar di lantai dua sendiri hanya ada 5, dua di antaranya ada kamar mandi dalam. Semua kamar mandi dilengkapi air panas. Tempat tidurnya sendiri satu doang perkamar, tapi kingsize gitu. Kasian temen2 gw karena harus empet-empetan tidur, sementara gw bisa guling2 sendirian di kamar, karena gw satu2nya cewek di rombongan. Yipppppiiiie. Tapi malamnya, seperti ingin membalas dendam, teman gw memutar tembang jawa yang sedikit membuat bulu kuduk berdiri.

Oh iya di dekat homestay ada indomaret tapiiiii karena dingin banget udaranya, males banget kalau harus keluar untuk urusan yang ga penting-penting banget.Namun kami tetap harus makan kan? Dan mencari makan malam di kota yang sebelum jam 9 pun sudah hampir setengah gelap gulita gini agak-agak susah gimana gitu. Akhirnya setelah perjuangan menembus udara dingin, nemu juga semacam warung makan. Dan kami pun sedikit kalap membaca menu-menunya. Setelah merenung beberapa menit, akhirnya kami siap memesan INDOMIE. Memang tiada taranya kenikmatan asupan msg yang menghangatkan tubuh di udara yang dingin ini. 

~ pemandangan dieng dari kamar atas guesthouse ~

Salah satu keuntungan tinggal di guesthouse dan bukan di hotel, kesempatan kamu bisa kenalan dengan wisatawan lain lebih terbuka. Seperti di guesthouse tempat kami menginap, ternyata ada 3 tamu asing yang menginap di sana juga, seorang pria bersama ibu dan kekasihnya. Mereka berasal dari Perancis dan sedang dalam perjalanan keliling Indonesia. (Ya olooo, gw aja yang orang Indonesia belum pernah keliling negeri sendiri). Sama seperti kami, mereka juga bermaksud melihat matahari terbit di Dieng. Setelah beberapa percakapan, akhirnya kami sepakat untuk menyewa mobil truk bersama mengantar ke kaki gunung besok subuh. Dengan riang gembira, karena bisa menghemat beberapa ratus ribu, kami segera mengabarkan Ibu Sunarti yang menyewakan trunya dan meminjamkan anaknya untuk menjadi supir dan pemandu kami. Tidak disangka mereka sedang menghangatkan badan di tungku, akhirnya gw dan teman gw pun ikut duduk melingkar mengelilingi tungku, lumayan bisa menghangatkan badan sebentar, menikmati udara dieng yang dingin ini.

------------------
BOUGENVIL HOMESTAY
Jl Raya Dieng RT.01 RW.01 Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara
Phone: +62 81327072112  (Ibu Sunarti)

Persiapan Menuju Negeri Sakura ~ Membeli Japan Rail Pass

Transportasi di Jepang itu superduper mahal kalau dipikir-pikir, termasuk soal kereta apinya. Tapi kata temen yang kebetulan tinggal di sana, harga yang mahal itu terbayar dengan ketepatan waktu kedatangan dan keberangkatan keretanya kok.  Setelah menimbang-nimbang dan berhitung selama beberapa bulan, akhirnya, kami memutuskan untuk membeli JRP untuk menutupi kurang lebih 80 persen biaya transportasi kami di sana nanti.

Apa itu JRP? 
JRP atau Japan Rail Pass adalah kartu pass yang dikeluarkan oleh perusahaan kereta JR yang hanya diperuntukan untuk wisatawan dengan pemegang visa untuk short term visitor saja atau untuk orang Jepang yang sudah lama tidak tinggal di Jepang. Dengan menggunakan JRP kamu bisa keliling Jepang dengan naik kereta,bis dan ferry dari perusahaan JR, dan shinkansen kecuali Nozumi dan Mizuho Lines sampai muntah. Kamu juga bisa menggunakan JRP untuk kereta non JR dengan rute haneda-hamamatsucho (tokyo monorail) dan aoimori railway. 

JRP punya dua macam jenis tiket ordinary dan green (semacam vipnya)
Tipe
Ordinary
Green
Durasi
Dewasa
Anak-anak
Dewasa
Anak-anak
7 hari
28,300 YEN
14,150 YEN
37,800 YEN
18,900 YEN
14 hari
45,100 YEN
22,550 YEN
61,200 YEN
30,600 YEN
21 hari
57,700YEN
28,850 YEN
79,600 YEN
39,800 YEN

Karena perjalanan gw di sana ga sampai 7 hari, jadilah gw beli JRP yang ordinary 7 hari.

Jadi belinya di mana? 
Buat kita di Indonesia, ada beberapa pilihan. Kalau kamu di luar jakarta, kamu bisa melakukan pemesanan online saja lewat sini. Pengiriman akan menggunakan fedex tapi, dengan biaya pengiriman sebesar 19 dollar. Atauuuu lewat JALAN tour juga bisa kok, pengiriman akan dilakukan 3 hari kerja. Dan untuk kamu yang berada di Jakarta dan sekitarnya, yippie, kita sedikit beruntung, karena JALAN tour *travel agentnya JAL air menjual pass ini. Dengan harga resmi yang sama.

JALAN Tour tuh di mana ya? 
Jalan tour letaknya ada di wisma keiai lantai 3, Sudirman Jakarta. Jam bukanya dari Senin - Jumat pukul  08.30 - 17.00. Atau hari Sabtu pukul 09.00 - 13.00. Gampang kok ke sananya. Posisi gedungnya ada di sebelah kiri halte dukuh atas 1, kamu keluar halte yang ke arah thamrin. Langsung keliatan kok gedungnya.


Bagaimana cara belinya? 
  1. Pertama-tama tuker dulu uang rupiah kamu dengan yen. Seriusan!! Lakukan ini. Kenapa? Karena ratenya JALAN tour agak tinggi. Perbandingan, gw nuker di sarinah, yang benernya udah mayan tinggi, tp gw agak males nyari2 di sekitaran sabang karena waktu itu masih hujan. Ngecek dr bca, rate yang ditawarkan oleh money changer sarinah masih masuk akal. 1 JPY = Rp.117,- *padahal di google, Rp.116,- boo. Sampai di JALAN tour lebih shock lagi, krn rate beli di mereka 1 JPY itu Rp.120,- kan mayan banget selisihnya kalau belinya sampai 60.000 yen.
  2. Jangan lupa bawa passport kamu yang udah ada visa jepangnya. Buat nunjukin, kalau kamu emang berhak untuk beli JRP. Langsung deh ke counternya. Nanti petugasnya akan memberikan bukti pemesanan berupa voucher dan buku saku sekilas tentang JRP.
    voucher yang nanti ditukar dengan pass yang benernya
    buku saku yang ga muat di saku
  3. Yang harus kamu perhatikan, JRP ini masa berlaku vouchernya sama kaya visa kamu, 3 bulan dari waktu diisued. Tapi masa berlaku JRPnya sendiri, sesuai dengan durasi JRP yang kamu beli dari hari kamu nukernya. 
  4. JRP juga tidak bisa dialihkan loh, jadi cuma berlaku dengan nama yang tertera di voucher dan di passport pada saat nukerinnya. 
Oh iya, kalau kamu beli JRP di Jalan Tour ini, kembalian di bawah nominal 1000 akan diconvert ke rupiah. Yang ratenya agak bikin sakit hati, 1JPY = Rp.112,- Huhuhuhuhu.

Persiapan Menuju Negeri Sakura ~ Mengurus Visa Wisata ke Jepang

Sekitar bulan Februari tahun lalu, gw membuat keputusan cukup nekat. Tiba-tiba terlintas ide bagaimana kalau mengunjungi totoro di negeri asalnya satu tahun satu bulan beberapa hari kedepan. Mumpung ada yang mau nemenin jalan juga. Dan waktu berlalu dengan cepat ternyata, tiba-tiba jadwal kunjungan sudah mau dekat saja. Persiapan menuju ke sana pun dimatangkan kembali. Terutama soal surat ijin masuk ke sana, yang biasa kita kenal dengan sebutan visa.

Karena ini adalah perjalanan pertama gw yang memerlukan visa sebelum keberangkatan. Dari awal megang tiket sudah merasa supermalas tepatnya takut untuk mengurus pembuatan visa ini. Apalagi tabungan gw sama sekali ga banyak. Tapi waktu setahun harusnya cukuplah untuk mengisi pundi-pundi uang yang kosong itu.

Baca-baca dari sini, tambah bikin parno. Karena ada yang sudah punya ratusan juta di banknya juga ditolak. Tanpa diberitahu alasan kenapa ditolaknya, ya orang kedutaan emang ga ada keharusan untuk ngasih tau juga sih. Tapi ada juga yang cuma bermodalkan uang di bank 4 juta bisa aja jalan-jalan di sana.

Setelah memperhatikan dengan seksama kira-kira rumusan biar kemungkinan tidak ditolaknya mengecil, kita harus :
  1. Punya passport. Iyalah, wajib dan kudu hukumnya ini. Gimana kita mau jalan-jalan ke luar negeri kalau ga punya passport.
  2. Punya passphoto ukuran 4.5 x 4.5 cm background putih yang diambil sebelum 6 bulan dari waktu ngajuin. Waktu itu gw bikin di Jakarta Photo, Sabang. Prosesnya cuma setengah jam sudah sampai di tangan. Bilang aja mau photo visa Jepang. 1 paket isi 4 photo dan 1 cd, harganya Rp.40.000,- 
  3. Lalu download pdf dari Kedutaan Jepang. Kemudian diisi formulirnya dan passphoto yang sudah kamu punya ditempel di halaman 1nya. Jangan lupa ditandatangan di kolom bawahnya.
  4. Fotokopi KTP, karena di lembar pdfnya kita harus nyantumin juga nomer ktp kita. 
  5. Kalau kamu masih mahasiswa, fotokopi juga Kartu Mahasiswa kamu. Ada keuntungannya jadi mahasiswa, selain bisa pake tabungan orangtua kamu yang normalnya lebih besar dari tabungan kamu. Masih berstatus mahasiswa berarti dibebaskan biaya pembuatan visa yang lumayan itu. 
  6. Bukti pemesanan tiket pulang pergi. Buat nunjukin kalau kamu emang berencana pulang kemari. Kalau kamu takut nanti ditolak dan ga bisa dapet refund yang oke. Kamu bisa (katanya) booking dulu ke travel agent, tanpa perlu diisued. Biasanya dari travel agent akan ngasih batas waktu, kapan terakhir kamu bisa issued atau bookingan kamu hangus. Nah bukti bookingnya itu kamu minta ke TA, biaya tergantung kebijakan travel agent, untuk kemudian dilampirkan ke sana. Kalau beli tiket promo Air Asia, bisa langsung datang ke counter sales office-nya... bisa booking dulu tanpa issue tiket dengan harga promo. Tapi gw sih lebih milih megang tiket yang udah dipilih. Toh kalau refundpun bisa dapet airport tax yang lumayan banget (Haneda sekitar 600an, dan KL sekitar 75an. Tapi jangan dicheckin dulu sebelum dapet visa ya).
  7. Jadwal perjalanan. Nah disini ga usah detail-detail banget, kaya jadwal yang gw dah bikin selama setahun dan sampai sekarang lom kelar-kelar itu juga. Contoh jadwal yang gw ajuin, yang benerannya mah berlembar-lembar : 
  8. Kalau kamu ngajuinnya bareng sama anggota keluarga kamu, bikin juga fotokopi KK yang nunjukin hubungan kamu dengan mereka. Kalau kamu pergi sama teman atau orang yang ga punya hubungan keluarga, ya ga usah fotokopi KK.
  9. Kamu harus bisa nunjukin bukti keuangan kamu selama 3 bulan. Entah itu bentuknya fotokopi tabungan, print-nan dari ebanking (yoi ternyata ini bisa dijadiin bukti keuangan), atau potokopi rekening koran atau deposito. Pokoknya yang nunjukin kalau kamu punya uang yang cukup dimari. Sebenernya ga ada yang tau rumusan berapa banyak uang yang harus ngendap dimari. Tapi gosipnya, minimal itu siapin berapa hari kamu jalan-jalan di sana x Rp.1.000.000,- ditambah harga tiket normal untuk balik kemari, kira-kira sekitar 8 jutaan *nyontek dari garuda. Lebih banyak lebih oke. Tapi beneran kok ga ada yang tau, nilai minimalnya berapa.
  10. Minta surat referensi dari tempat kamu kerja. Well ini ga harus ada sih, cuma kalau ada bisa tambah meyakinkan. 
  11. Bukti pemesanan tempat penginapan. Gw booking dari hostel world sih, bayar dpnya saja, jadi kalau ditolak berarto kehilangan sekitar 200an buat booking hotelnya. Dan bukti ini hukumnya wajib dilampirin, walau ga ada di persyaratan di web kedutaan jepang. Kamu nginep di tempat temen kamu yang lagi di jepang? Untuk kasus ini kamu bisa minta temen kamu untuk ngasi potokopi alien cardnya atau juminhyo (surat keterangan domisili yang dibuat kantor pemerintahan sana). Jangan lupa minta surat rekomendasi dari temen kamu. Contoh suratnya bisa diliat di web malesbangetdotcom.
  12. Fotokopi credit card kamu. Ini ga ada juga di persyaratan, tapi konon kabarnya bisa membantu menaikan keyakinan mereka kepada kamu,kalau tabungan kamu tipis. 
Cuma ya beneran deh, ga ada yang tau juga rumusannya kaya gimana. Dengan keyakinan ala kadarnya dan berbekal daftar panjang yang sudah disusun berdasarkan urutan dari kedutaan maka berangkatlah gw, senin kemarin.

Senin, 15 Januari 2014
Hujan ga berhenti dari kemarin minggu. Stress berat, khawatir takut ga bisa ke sana. Pada jam 8 yang harusnya bertemu dengan teman di depan kantor kedutaan, ternyata masih hujan. Tapi ternyata dia juga baru akan sampai sana jam 9nan. Jam 8 lebih 15, hujan dah reda. Akhirnya bisa juga manggil ojek kesayangan untuk nganterin ke dukuh atas. Dan kemudian lanjut ke Kantor Kedutaan Jepang.

Tunggu, di mana kantornya? Buat kamu yang ktpnya masuk wilayah yuridiksi Jakarta, gampang banget, kantornya ada di depan EX-Plaza Indonesia. Kalau kamu naik Trans Jakarta, ambil jalur 1, turun di halte sarinah lalu keluar ke arah kiri, dari jembatan jalan ke arah kiri *arah bunderan HI. Kenapa turunnya di sarinah dan bukan di halte HI? Karena halte HI sejak awal tahun kemarin sedang di shutdown untuk pembangunan stasiun MRT.

JAM PENGAJUAN VISA : 08.30 - 12.00

Sampai sana, gw sudah ditunggu temen gw. Keamanannya sih biasa-biasa aja. Satpamnya meriksaiin kelengkapan dokumen beberapa orang. Yang anehnya gw dan temen gw dilewatin aja, dan langsung dibukakan pintu masuk ke dalam. Jangan lupa bawa ktp untuk ditukarkan dengan kartu tamu. Lalu masuk ke pintu yang ada tulisannya pintu masuk. Bukan, bukan yang muter2 itu, bentuknya kaya pintu darurat gitu. Ada tulisan gedenya kok. Lalu scanning badan dan tas. Abis itu masuk ke dalam ruangan pembuatan dokumen. Ada 5 loket, 3 diantaranya untuk pelayanan pembuatan visa. Jangan lupa ambil nomer untuk antri. Kemudian duduk manis sambil menunggu dipanggil.

Sambil menunggu dipanggil, kami mengecek daftar kelengkapan kami.
Dia : Eh fotonya ditempel apa ga sih?
Gw: Kan disuruh ditempel di formulirnya.
dia ke meja yang menyediakan lem, kemudian kembali lagi, dan proses dilanjutkan
Gw : Loh kok yang ini belum ditandatangan?
Dia : Eh iya, lupa
Gw : ...
dia kembali ke meja tadi yang juga menyediakan bolpen, dan proses dilanjutkan kembali
Gw : Loh kok lu potokopi bagian belakang CC lu juga sih?
Dia : Loh emang ga boleh ya?
Gw : ...
akhirnya setelah perdebatan kecil, dia ga jadi ngelampirin fotokopi credit cardnya.

Setelah percakapan demi percakapan, akhirnya giliran dipanggil pun tiba. Ga sampai 5 menit, setelah mengisi formulir kecil.
Petugas Kedutaan : Hari Jumat ya keputusan dikabulkan atau tidak.
Gw : He?
Petugas Kedutaan : Iya, besok kan libur.

Sedikit linglung, karena sebelah gw, ada orang asing yang semangat banget menjawab pertanyaan petugas kedutaan tentang kenapa dia bisa punya 3 passport. Sementara gw ga ditanya apa-apa.

Oh iya pengajuan visa itu paling cepat, 3 bulan dari tanggal kepulangan kamu. Karena visanya berlaku selama 3 bulan dari mulai diajukan. Tapi ya jangan mepet-mepet juga kali ya.

Jumat,  17 Januari 2014
Seperti hari senin kemarin, hujan juga ga berhenti turun dari hari kamis malam. Dan sampai jam 11 pun, belum menunjukan waktu2 terang.Akhirnya sekitar jam 2an, tiba juga di kantor kedutaan sambil membawa lembaran kuning buat mengambil visanya.

 ~ buat jemput passport kita, jangan sampai ketinggalan ~

WAKTU PENJEMPUTAN PASSPORT : 13.30 - 15.00

Berhubung teman perjalanan gw udah kembali ke Jogja, jadinya gw jemput passport dia juga. Dan deg2annya ntah kenapa berlipat jadi dua juga. Antrian penjemputan passport lebih panjang. Usahakan bawa sesuatu biar ga bosen. Tapi jangan sampai terlena, dan melewatkan panggilan antrian. Berarti kamu harus ngulang lagi antrian kamu, seperti orang yang kebetulan duduk di sebelah gw, karena keasikan maen candy crush di ipadnya, terpaksa mengulang lagi deh.


Akhir ceritanya indah kok, passport gw dan dia ditempel visa kunjungan ke Jepang. Yipppieeee ... seneng banget, tapi harus tetep pasang tampang tenang biar ga keliatan norak2 banget. Baru pas di toilet, jejogetan ga jelas. Akhirnya totoro, kita akan ketemu juga ya.

----
Ada baiknya sih ya kita urus sendiri visanya, tapi kalau kamu bener-bener ga punya waktu mungkin memang harus minta bala bantuan travel agent.

Keuntungan-keuntungan kalau kamu ngajuin sendiri :
  1. Travel Agent biasanya nerapin standar tabungan yang lebih tinggi daripada yang diminta oleh kedutaannya sendiri. Biasanya minta antara 35 - 40 juta. Sementara banyak dari mereka yang ngurus sendiri dengan tabungan 15 juta juga bisa-bisa aja.
  2. Biaya pembuatan yang dikeluarkan Travel Agent lumayan tinggi, rata-rata sekitar 420 ribuan. Sementara kalau kamu bikin sendiri, cukup ngeluarin 350 ribu perorang.
  3. Dan uang 420 itu hangus, walau kamu ditolak sekalipun. Sementara kalau kamu ngajuin sendiri dan ditolak (jangan sampai deh), kamu ga harus bayar apa2.
  4. Rentang waktu, tau kamu ditolak apa ga permohonan visanya, lebih lama kalau di travel agent. Biasanya sekitar 7 hari, sementara kalau ngurus sendiri normalnya 4 hari kerja. Waktu deg-degannya lebih berkurang gitu.